
Jakarta – Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) di bawah kepemimpinan Erick Thohir sedang mematangkan persiapan untuk Ronde 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia yang akan digelar mulai Oktober mendatang. Tidak hanya aspek fisik atau taktik, tetapi juga kejelasan dalam regulasi seperti waktu kick-off dan penunjukan wasit menjadi perhatian utama. Thohir menegaskan semua harus adil, agar Garuda mendapatkan kesempatan yang setara di lapangan.
Situasi Grup dan Jadwal Ronde 4
Indonesia berada di Grup B bersama Arab Saudi dan Irak dalam putaran keempat percaturan di Zona Asia. Tiga tim ini akan bertemu secara intensif:
- Indonesia akan menghadapi Arab Saudi di King Abdullah Sports City, Jeddah pada 8 Oktober 2025.
- Tiga hari kemudian, tepatnya 11 Oktober 2025, Indonesia akan menghadapi Irak di stadion yang sama.
Grup ini sangat krusial karena hanya juara grup yang langsung lolos ke Piala Dunia. Sementara posisi kedua masih harus melalui babak antar-konfederasi.
Salah satu langkah yang sudah berhasil adalah perubahan jam pertandingan Arab Saudi vs Indonesia. Awalnya jadwal kick-off ditetapkan pukul 18.00 waktu setempat (maksimal sekitar 22.00 WIB). Namun setelah PSSI mengirim surat resmi dan mengajukan protes, AFC menyetujui perubahan sehingga laga dimulai pukul 20.15 waktu setempat, yang berarti sekitar 00.15 WIB malam.
Thohir menilai pembaruan ini penting, terutama untuk kondisi cuaca, faktor rest, dan kesiapan fisik serta mental pemain. “Jam lebih malam memberi sedikit ruang adaptasi lebih baik terhadap weathers & siang‐malamnya,” ujar Erick dalam jumpa pers.
Langkah besar berikutnya yang diambil PSSI adalah surat protes resmi kepada FIFA dan AFC mengenai penunjukan wasit untuk ronde keempat.
Alasannya sederhana tapi krusial: wasit yang ditunjuk berasal dari Kuwait, sebuah negara yang secara geografis dan kultur regional tergolong bukan netral, khususnya karena Arab Saudi dan Irak, dua lawan Indonesia, juga berada di kawasan Timur Tengah. PSSI merasa ini dapat menimbulkan dugaan subjektivitas — meskipun belum ada bukti, tapi kontra persepsi publik bisa jadi beban tambahan untuk tim.
Erick Thohir menyebut bahwa PSSI berharap wasitnya berasal dari negara lebih “luar regional Timur Tengah”, seperti Australia, Jepang, Cina, atau bahkan Eropa — yang dianggap lebih netral.
Netralitas wasit bukan sekadar formalitas. Dalam pertandingan antar tim dari kawasan yang sama, potensi bias — baik nyata maupun persepsi — bisa memengaruhi tekanan psikologis, keputusan wasit dalam situasi sengit, dan akhirnya hasil pertandingan yang tipis. Indonesia yang selama ini sering menghadapi lawan dari Timur Tengah tentu sangat waspada terhadap hal-hal semacam itu.
Selain itu, publik dan media lokal sudah memperhatikan bahwa penilaian terhadap Indonesia dalam laga-laga sebelumnya kadang dipertanyakan, misalnya dalam laga melawan Bahrain yang dianggap memiliki keputusan wasit yang merugikan.
Untuk menangani semua permasalahan ini, PSSI telah melakukan beberapa strategi:
- Mengirim surat resmi ke FIFA dan AFC, melalui Sekretaris Jenderal PSSI, Yunus Nusi, dan langsung dari Erick Thohir, agar penunjukan wasit ditinjau ulang.
- Permintaan pengaturan kick-off yang lebih manusiawi, agar pertandingan tidak terlalu larut malam bagi pemain dan suporter, serta memperhatikan unsur cuaca. Sudah berhasil berubah dari jam 18.00 menjadi 20.15 waktu stadion.
- Fokus persiapan total, baik dari segi teknik, fisik, taktik, serta pemulihan fisik pemain terutama untuk pertandingan tandang dan dalam kondisi udara ekstrem. Thohir menyebut tekanan sudah tinggi, tapi itu bagian dari proses besar dalam memperjuangkan prestasi.
Keberhasilan langkah-langkah ini bisa membawa beberapa dampak positif:
- Keadilan dalam perlengkapan pertandingan, agar Indonesia merasa semua pihak bermain di level yang sama, mental pemain tidak terbebani buruk oleh faktor eksternal.
- Lebih fokus pada sepak bola; tanpa kontroversi wasit yang terus menerus muncul bisa mengurangi distraksi dan memudahkan tim pelatih mendalami pekerjaan mereka.
- Kepercayaan publik meningkat, jika PSSI konsisten menunjukkan bahwa mereka memperjuangkan keadilan, bukan hanya menang di lapangan, tapi juga di meja regulasi.
Tentu saja, semua ini bergantung pada respons resmi dari AFC dan FIFA. Jika surat protes diterima dan wasit diganti, itu akan menjadi preseden bahwa negara-negara Asia bisa menuntut netralitas dalam pertandingan besar.
Menjelang partai krusial melawan Arab Saudi dan Irak, Timnas Indonesia diyakini punya peluang untuk membuat sejarah. Dengan pelatih Patrick Kluivert yang sudah mulai membangun komposisi tim dan filosofi permainan, serta dukungan penuh dari PSSI yang memperjuangkan faktor non-teknis, harapannya adalah Garuda bisa melaju ke babak berikutnya — bukan hanya sekadar bertanding, tapi tampil kompetitif.