
Pada Rabu malam, 3 September 2025, Timnas U-23 Indonesia akan menghadapi Laos dalam laga pembuka Grup J Kualifikasi Piala Asia U-23 2026 di Stadion Gelora Delta, Sidoarjo. Pelatih Gerald Vanenburg tidak hanya menekankan pentingnya hasil—namun juga atmosfer kompetisi internal sebagai kunci membentuk skuad yang tangguh dan pantas bertarung di level Asia.
** tiga Pemain Naturalisasi: Bukan Cuma Bonus, Tapi Tantangan**
Penguatan tim datang dari tiga pemain diaspora: Dion Markx, Jens Raven, dan Rafael Struick. Masing-masing dihadirkan bukan sebagai jaminan tempat—melainkan sebagai tantangan.
“Saya memiliki 23 pemain. Dion Markx adalah salah satunya. Dia harus menunjukkan bahwa dirinya lebih baik dari yang lain. Sama dengan Jens Raven, sama dengan Rafael Struick… Jika kami mendatangkan pemain dari Eropa, mereka harus membuktikan mereka lebih baik dari yang sudah kami miliki. Saya tidak peduli siapa itu.”
Prediksi Susunan Pemain: Formasi 4-3-3 yang Menyatu
Berdasar prediksi media lokal, formasi tepercaya 4-3-3 kemungkinan besar akan digunakan:
- Kiper: Cahya Supriyadi
- Lini Belakang: Kadek Arel (kapten), Dion Markx, Mikael Tata, Dony Tri Pamungkas
- Tengah: Robi Darwis, Arkhan Fikri, Toni Firmansyah
- Depan: Rafael Struick, Jens Raven, Rahmat Arjuna
Formasi ini menggabungkan kekuatan fisik, kreativitas, dan penetrasi di setiap zona—lini belakang kokoh, kreativitas di tengah, serta serangan tajam dari trio depan.
Tiga Amunisi Kunci — Siapa yang Bisa Menuangkan Rumahnya?
- Dion Markx (Bek Tengah, 20 Tahun)
Baru saja menuntaskan naturalisasi dan dipanggil untuk pertama kali di tim resmi. Posturnya (187 cm) ideal untuk menangkal ancaman bola mati dan menghadirkan stabilitas di jantung pertahanan. - Toni Firmansyah (Gelandang Bertahan)
Sosok vital sebagai breaker dan penghubung. Konsistensinya mengatur ritme, memutus serangan lawan, dan memantik serangan balik sangat dibutuhkan menghadapi Laos yang sering menutup rapat lini tengah. - Rafael Struick (Penyerang/Interior Sayap)
Duta permainan modern—kritis dalam membubuhkan tekanan sejak dari lini depan. Meski memiliki gol terbatas, perannya lebih pada merusak build-up lawan dan mendikte tempo serangan.
Vane nb urg ingin atmosfer internal yang kompetitif menyala dalam skuadnya:
“Saya senang dengan mereka, tetapi mereka harus membuktikan diri… Mereka harus bersaing satu sama lain untuk bisa mencapai level lebih tinggi… Saya sangat senang dengan pemain dari Belanda, tetapi saya juga sama senangnya dengan pemain Indonesia. Tapi mereka harus menunjukkan yang terbaik.”
Tujuannya jelas: hanya performa terbaik di lapangan yang menentukan siapa yang layak tampil—bukan status, nasionalitas, atau ekspektasi semata.
Meski di atas kertas Indonesia diunggulkan, Laos bukan lawan yang bisa dianggap enteng. Dalam turnamen ASEAN U-23, mereka sempat menahan imbang Indonesia 3-3—menunjukkan bahwa tim asuhan Ha Hyeok-jun mulai menemukan identitas permainan.
Apalagi di kondisi kualifikasi, salah satu kesalahan kecil bisa berbuah fatal. Vanenburg tampaknya sadar betul bahwa kombinasi “unggul tapi disiplin” adalah kunci meraih hasil maksimal.
Kualifikasi Grup J ini menjadi start penting. Tidak hanya untuk hasil, tetapi juga proses pembentukan tim yang solid, berdaya saing tinggi, dan adaptif menghadapi tekanan. Dengan kombinasi antara talenta naturalisasi dan lokal, persaingan sehat di skuat, serta strategi formasi yang matang, Timnas U-23 Indonesia punya potensi membuka langkah dengan kemenangan dan momentum kuat.