
Sanksi Berat FIFA untuk Thom Haye dan Shayne Pattynama: Polemik dan Ketimpangan Keputusan
Putaran keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 masih meninggalkan cerita panas bagi Timnas Indonesia. Setelah laga penuh tensi tinggi melawan Irak di King Abdullah Sport City Stadium, Jeddah, pada 12 Oktober 2025, dua pilar utama skuad Garuda, Thom Haye dan Shayne Pattynama, kini harus menerima sanksi berat dari FIFA. Pengumuman resmi badan sepak bola dunia itu disampaikan pada Jumat, 7 November 2025, dan langsung memantik reaksi publik sepak bola Tanah Air.
Kronologi Insiden di Jeddah
Dalam pertandingan kedua Grup B fase keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 yang berakhir dengan skor 1–0 untuk kemenangan Irak, atmosfer panas sempat memuncak di menit-menit akhir laga. Beberapa keputusan wasit Ma Ning asal Tiongkok dianggap merugikan Timnas Indonesia. Hal inilah yang memicu protes keras dari para pemain, termasuk Thom Haye dan Shayne Pattynama.

Emosi yang tak terkendali berujung fatal. Keduanya diusir dari lapangan usai menerima kartu merah langsung, disusul dengan pengusiran terhadap manajer tim, Sumardji, yang juga dianggap melakukan protes berlebihan. Meski insiden tersebut berakhir di lapangan, konsekuensinya ternyata jauh lebih panjang daripada yang dibayangkan.
Sanksi Berat dari FIFA
Berdasarkan dokumen keputusan yang dirilis FIFA, Thom Haye dan Shayne Pattynama dinyatakan bersalah karena menunjukkan perilaku tidak sportif terhadap ofisial pertandingan. Sebagai hukuman, keduanya dijatuhi larangan bermain dalam empat pertandingan internasional serta denda masing-masing sebesar 5.000 CHF (sekitar Rp 103 juta).
“Pelanggaran yang dilakukan termasuk perilaku tidak sportif terhadap ofisial pertandingan. Denda 5.000 CHF dan larangan tampil pada empat pertandingan internasional berikutnya,” demikian bunyi pernyataan resmi FIFA.
Keputusan tersebut bersifat final dan tidak dapat dibanding, sehingga kedua pemain harus menerima sanksi tersebut dengan lapang dada. Dengan begitu, Thom dan Shayne dipastikan absen dalam empat laga Timnas Indonesia berikutnya, termasuk pertandingan FIFA Matchday yang dijadwalkan pada Maret dan Juni 2026.
Bagi pelatih Timnas Indonesia, absennya dua pemain inti yang berkarier di Eropa itu jelas menjadi kerugian besar. Thom Haye merupakan motor penggerak lini tengah yang selama ini dikenal piawai mengatur tempo permainan, sementara Shayne Pattynama adalah bek kiri tangguh dengan kontribusi besar di sektor pertahanan maupun serangan.
Polemik dan Perbandingan Sanksi FIFA
Yang menarik, sanksi berat untuk dua pemain Indonesia ini menimbulkan gelombang kritik dan perdebatan. Publik sepak bola menilai keputusan FIFA terasa tidak seimbang jika dibandingkan dengan kasus lain yang menimpa pemain naturalisasi Malaysia.
Sebagai perbandingan, tujuh pemain Malaysia terbukti melakukan pelanggaran administratif berupa pemalsuan dokumen kewarganegaraan untuk memenuhi syarat bermain di tim nasional. Meskipun kasus tersebut menyangkut kejahatan yang bersifat terencana dan menyentuh ranah legalitas internasional, FIFA hanya menjatuhkan denda sebesar 2.000 CHF (sekitar Rp 40 juta) untuk masing-masing pemain, tanpa disertai larangan bermain panjang.
Kesenjangan ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai konsistensi dan proporsionalitas sanksi yang diterapkan FIFA. Banyak pengamat menilai bahwa tindakan protes di lapangan, meski tidak dibenarkan, sejatinya tidak sebanding berat dengan pelanggaran yang melibatkan pemalsuan dokumen resmi negara.
Respons dan Dampak bagi Timnas Indonesia
Meski pahit, pihak Timnas Indonesia dan federasi sepak bola nasional tampaknya memilih untuk tidak memperpanjang persoalan. Hingga kini belum ada indikasi banding atau permintaan peninjauan kembali atas sanksi tersebut. Beberapa pihak menilai langkah ini sebagai bentuk kedewasaan sikap, namun ada pula yang menganggapnya sebagai tanda lemahnya posisi diplomasi Indonesia di mata FIFA.
Absennya Thom Haye dan Shayne Pattynama tentu memengaruhi strategi pelatih dalam menghadapi laga-laga penting selanjutnya. Pelatih harus mencari pengganti yang sepadan untuk menjaga stabilitas tim. Nama-nama seperti Marc Klok, Rachmat Irianto, atau Pratama Arhan disebut-sebut berpotensi mengisi kekosongan posisi yang ditinggalkan kedua pemain tersebut.
Bagi kedua pemain, momen ini bisa menjadi pelajaran berharga. Sikap emosional di lapangan, meskipun dilatarbelakangi rasa kecewa terhadap keputusan wasit, tetap harus dikendalikan. Dalam konteks internasional, setiap tindakan pemain tidak hanya merepresentasikan dirinya sendiri, tetapi juga membawa nama bangsa.
Penutup: Tantangan dan Refleksi
Kasus sanksi FIFA terhadap Thom Haye dan Shayne Pattynama menjadi cerminan kompleksitas dunia sepak bola modern. Di satu sisi, aturan disipliner harus ditegakkan untuk menjaga integritas pertandingan. Namun di sisi lain, konsistensi dan keadilan dalam penerapan sanksi tetap menjadi hal krusial agar tidak menimbulkan kesan diskriminatif.
Bagi Timnas Indonesia, kehilangan dua pemain kunci di tengah perjuangan menuju Piala Dunia 2026 jelas bukan hal mudah. Namun momentum ini dapat menjadi ajang refleksi dan pembelajaran—bahwa profesionalisme dan kontrol emosi adalah bagian tak terpisahkan dari semangat Garuda.
Dengan semangat kebersamaan dan sikap sportif yang lebih matang, Indonesia diharapkan mampu bangkit, memperbaiki performa, dan membuktikan bahwa tim ini layak bersaing di level tertinggi sepak bola dunia.