
Indonesia kembali gagal lolos ke Piala Dunia 2026 setelah dua kekalahan beruntun melawan Arab Saudi dan Irak di putaran keempat kualifikasi zona Asia. Kekalahan ini tidak hanya mengecewakan jutaan pendukung sepak bola Tanah Air, tapi juga memicu banyak kritik, terutama kepada pelatih Timnas Indonesia, Patrick Kluivert.
PSSI kini tengah melakukan evaluasi menyeluruh atas kinerja pelatih asal Belanda tersebut. Rapat Exco yang akan segera digelar menjadi titik penting untuk menentukan masa depan Kluivert sebagai nahkoda tim nasional. Banyak pihak menilai bahwa kegagalan ini bukan semata-mata masalah pemain, tapi juga taktik dan persiapan yang kurang matang.

Andre Rosiade, politisi sekaligus penasihat Semen Padang, memberikan kritik tajam terhadap kepemimpinan Kluivert. Ia mengungkapkan bahwa selama putaran keempat kualifikasi, pelatih tidak menerapkan simulasi taktik yang jelas. Latihan yang dilakukan lebih mirip pemanasan tanpa strategi terencana. Bahkan, diskusi teknis dilakukan hanya 15 menit sebelum pertandingan. Kondisi ini tentu menjadi salah satu penyebab performa tim yang tidak maksimal.
Kritik tersebut mendapat perhatian serius karena menyingkap masalah fundamental dalam cara pelatih mengelola tim. Kekurangan dalam aspek taktikal sangat berpengaruh pada hasil pertandingan melawan tim-tim kuat seperti Arab Saudi dan Irak. Ini menjadi pertanda bahwa tim pelatih perlu segera berbenah agar bisa bersaing di level internasional.
Namun, kritik terhadap pelatih bukan satu-satunya fokus evaluasi. Sepak bola nasional Indonesia juga perlu dilihat secara lebih luas. Pengamat sepak bola, Anton Sanjoyo, menyatakan bahwa membangun sepak bola yang kuat tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat. Dibutuhkan proyek panjang, seperti yang dilakukan Jepang sejak tahun 1980-an. Jepang mengembangkan sistem dari akar, mulai dari kompetisi usia muda, kepelatihan, hingga infrastruktur.
Indonesia, dengan potensi dan sumber daya yang besar, seharusnya mampu membangun fondasi sepak bola yang kokoh. Namun, realitasnya klub-klub Indonesia masih kesulitan bersaing di level Asia. Bahkan, jatah klub Indonesia di kompetisi Asia saat ini masih di level kedua, jauh dari panggung utama Liga Champions Asia.
Masalah ini menunjukkan bahwa perbaikan kompetisi domestik dan pembinaan pemain muda harus menjadi prioritas. Tanpa fondasi yang kuat, mimpi lolos ke Piala Dunia hanya akan menjadi harapan kosong.
Dari kegagalan ini, penting bagi PSSI dan seluruh pemangku kepentingan sepak bola Indonesia untuk melakukan evaluasi menyeluruh. Bukan hanya menilai kinerja pelatih, tapi juga membangun sistem yang berkelanjutan agar talenta lokal bisa berkembang maksimal.
Evaluasi mendalam juga harus menyasar aspek pembinaan usia muda. Selama ini, masih banyak laporan yang menyebut kurangnya perhatian terhadap pengembangan pemain muda yang terstruktur. Padahal, regenerasi pemain adalah kunci keberlanjutan prestasi di level nasional.
Selain itu, peran klub domestik juga harus lebih diperkuat. Kompetisi Liga 1 dan Liga 2 harus dijadikan ajang pembinaan yang serius, bukan sekadar ajang hiburan semata. Klub-klub harus mampu melahirkan pemain yang siap bersaing di level internasional, serta menerapkan manajemen profesional.
Penting juga untuk memperbaiki kualitas pelatih lokal dengan program sertifikasi dan pelatihan yang lebih intensif. Memiliki pelatih yang memahami karakter dan potensi pemain Indonesia akan lebih efektif dalam merancang strategi yang sesuai.
Dari sisi infrastruktur, pembangunan stadion, fasilitas latihan, dan teknologi pendukung harus mendapat perhatian lebih. Infrastruktur yang memadai akan memberikan kenyamanan bagi pemain untuk berlatih dan tampil maksimal.
Lebih jauh, kultur dan mental pemain juga perlu dibangun. Seperti yang terjadi di negara-negara maju, pengembangan mental juara, disiplin, dan profesionalisme sangat menentukan keberhasilan tim nasional.
Kegagalan Timnas Indonesia di kualifikasi Piala Dunia 2026 ini memang menyakitkan, tetapi bisa menjadi titik awal perubahan besar. Evaluasi menyeluruh dan perbaikan di semua lini adalah kunci agar sepak bola Indonesia tidak terus-menerus mengalami kegagalan serupa.
Jika semua pihak—PSSI, pelatih, klub, pemain, dan pemerintah—bekerjasama dengan komitmen tinggi, bukan tidak mungkin dalam beberapa tahun ke depan, prestasi sepak bola Indonesia akan mulai menunjukkan hasil yang membanggakan.