
Sidoarjo, Selasa 9 September 2025 – Di Stadion Gelora Delta yang menggema dengan semangat, perjuangan Timnas U-23 Indonesia berakhir dengan kegetiran. Hanya kalah 0-1 dari Korea Selatan, Garuda Muda tertahan di peringkat kedua Grup J dan gagal melaju ke putaran final Piala Asia U-23 2026, yang bakal digelar di Arab Saudi pada Januari mendatang.
Pelatih Gerald Vanenburg secara gamblang menjelaskan akar kegagalan: “Ketika kembali ke klub, mereka harus mendapat menit bermain yang cukup agar siap menghadapi turnamen seperti ini,” tuturnya usai laga.
Kondisi fisik tim yang belum prima memang terlihat jelas. Beberapa pemain bahkan mengalami kram setelah menit ke-50, sebuah tanda bahwa stamina mereka belum memadai untuk bertahan di level kompetisi seketat ini.
Vanenburg menambahkan kritik terhadap kebijakan naturalisasi sepihak: “Banyak yang menyarankan mendatangkan pemain keturunan Belanda, namun kalau mereka tidak bermain secara reguler di klub, performa mereka tetap saja turun.”
Gol cepat Korea Selatan melalui Hwang Do-yun di menit ke-6 (atau ke-7, tergantung laporan) langsung meredam semangat timnas Indonesia. Vanenburg tetap bertahan dengan formasi 4-4-2, dengan duet Hokky Caraka dan Rafael Struick di lini depan, meski tidak memberikan hasil sesuai harapan.
Salah satu keputusan mengejutkan adalah penempatan Mikael Tata di sisi kanan pertahanan, padahal keterampilan alami Tata lebih condong ke bek kiri. Kondisi ini membuatnya kurang maksimal; akhirnya Vanenburg menariknya pada awal babak kedua.
Meskipun kalah, Garuda Muda tak menyerah begitu saja. Mereka sempat menciptakan sejumlah peluang, terutama dari pemain seperti Hokky Caraka, Arkhan Fikri, dan Rahmat Arjuna—sayangnya tak satu pun berbuah gol.
Dengan hanya meraih 4 poin—hasil dari satu kemenangan dan satu seri—Indonesia sebenarnya finis sebagai runner-up Grup J. Namun, jumlah itu tak cukup untuk menjadi salah satu dari empat runner-up terbaik yang akan dipilih untuk melaju ke putaran final.
Sementara itu, Korea Selatan U-23 tampil sempurna: tiga kemenangan beruntun, 9 poin penuh, dan nol kebobolan. Mereka memastikan tiket langsung ke putaran final sebagai juara grup.
Di tengah tensi tinggi, terdengar sorakan “Shin Tae-yong In” dari fans, seolah menuntut kembalinya eks pelatih Timnas Indonesia—Shin Tae-yong—yang sukses membesut tim di era sebelumnya.
Analisis pasca-laga dari media mengkritisi taktik Vanenburg: pola 4-4-2 yang konservatif dan kehilangan inisiatif saat tertinggal cukup dipertanyakan, meski tetap berusaha melancarkan serangan berimbang.
Gerald Vanenburg memberikan solusi jangka panjang: perlunya kompetisi usia muda yang berkelanjutan agar pemain terus berkembang dalam match fitness dan mental.
Kegagalan kali ini menyiratkan perlunya pembenahan total: mulai dari regulasi menit bermain di klub, program pengembangan fisik jangka panjang, hingga sistem kompetisi reguler bagi talenta U-23. Semangat dan kualitas memang ada, tapi tanpa fondasi fisik dan pengalaman pertandingan cukup, segala peluang bisa hilang dalam sekejap.
Ringkasan ‘Kegagalan dengan Hikmah’
Aspek | Situasi Aktual |
---|---|
Hasil Laga | Kalah 0-1 dari Korea Selatan U-23 (gol cepat di menit ke-6) |
Poin Grup | 4 poin, runner-up Grup J (tidak cukup jadi runner-up terbaik) |
Masalah Utama | Kondisi fisik lemah, menit bermain minim, strategi taktikal konservatif |
Solusi terkait Vanenburg | Butuh kompetisi usia muda, penguatan stamina, pengelolaan menit bermain |
Titik Cerah | Dominasi dan usaha menyerang tetap ditunjukkan |
Meskipun pintu ke Piala Asia U-23 2026 tertutup, ini bukan akhir dari cerita. Justru momentum untuk introspeksi dan membangun ulang sistem dari akar adalah yang paling dibutuhkan. Semoga pahitnya kegagalan ini menjadi bahan bakar semangat regenerasi di masa mendatang.